814 TPS memiliki praktik menghina atau menghasut di antara pemilih terkait isu agama, suku, ras, antar golongan di sekitar lokasi TPS

“Jumlah TPS Rawan yang terpetakan belum termasuk Daerah Otonomi Baru (DOB) di wilayah Papua dan Maluku Utara. Kondisi demikian disebabkan oleh keterbatasan jaringan internet pada saat pengiriman data,” ujarnya.

Strategi Pencegahan dan Pengawasan

Menindaklanjuti hal tersebut, Bawaslu melakukan strategi pencegahan berupa melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau Pemilu dan pengawas partisipatif, dan menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat.

“Bawaslu juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilu di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” ujarnya.

Berdasarkan Pemetaan TPS rawan, Bawaslu juga merekomendasikan KPU untuk menginstruksikan beberapa hal kepada jajaran PPS dan KPPS. Di antaranya adalah melakukan antisipasi kerawanan, berkoordinasi dengan seluruh stakeholder untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.

“Bawaslu juga merekomendasikan agar melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat baik dari jumlah, sasaran, kualitas, hingga waktu, melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat,” pungkasnya.