Jakarta, ERANASIONAL.COM – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memetakan 22 indikator Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan. Perinciannya, terdapat tujuh indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 14 indikator yang banyak terjadi, dan satu indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap tujuh variabel dan 22 indikator, diambil dari sedikitnya 36.136 kelurahan/desa di 33 provinsi (kecuali Daerah Otonomi Baru Papua dan Maluku Utara) yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya.

“Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama enam hari pada 3 hingga 8 Februari 2024,” kata Rahmat dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Minggu (11/2/2024).

Tujuh variabel yang digunakan adalah penggunaan hak pilih berupa Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak memenuhi syarat, DPTb, DPK, dan KPPS di luar domisili; keamanan berupa riwayat kekerasan dan/atau intimidasi; kampanye berupa politik uang dan/atau ujaran kebencian di sekitar TPS; netralitas penyelenggara, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa; logistik berupa riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, tertukar, dan/atau keterlambatan; lokasi TPS berupa sulit dijangkau, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/perusahaan, dekat dengan posko/rumah tim kampanye peserta Pemilu, dan/atau lokasi khusus); dan jaringan listrik dan internet.

Tujuh Indikator TPS Rawan yang Paling Banyak Terjadi

1) 125.224 TPS memiliki pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat;
2) 119.796 TPS memiliki Pemilih Tambahan (DPTb);
3) 38.595 TPS memiliki Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas;
4) 36.236 TPS memiliki kendala jaringan internet di lokasi TPS;
5) 21.947 TPS berada di dekat posko atau rumah tim kampanye peserta pemilu;
6) 18.656 TPS memiliki potensi Daftar Pemilih Khusus (DPK); dan
7) 10.794 TPS berlokasi di wilayah rawan bencana (banjir, tanah longsor,dan/atau gempa).

14 Indikator TPS Rawan yang Banyak Terjadi

1) 8.099 TPS memiliki kendala aliran listrik di lokasinya;
2) 4.862 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih;
3) 4.211 TPS sulit dijangkau;
4) 3.875 TPS memiliki praktik pemberian uang atau barang pada masa kampanye dan masa tenang di sekitar lokasi TPS;
5) 2.299 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di lokasi;
6) 2.209 TPS memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilu;
7) 2.021 TPS dekat wilayah kerja (pertambangan dan/atau pabrik);
8) 1.989 TPS memiliki riwayat kekurangan, kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pada saat pemilihan;
9) 1.587 TPS memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilihan;
10) 1.582 TPS memiliki riwayat kerusakan logistik/kelengkapan pemungutan suara
pada saat pemilihan;
11) 1.396 TPS memiliki riwayat kasus tertukarnya surat suara pada saat pemilihan;
12) 1.205 TPS memiliki ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa yang melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu;
13) 1.184 TPS di lokasi khusus; dan
14) 1.031 TPS memiliki anggota KPPS yang berkampanye untuk peserta Pemilu;

Satu Indikator TPS Rawan yang Tidak Banyak Terjadi, Namun Diantisipasi 

814 TPS memiliki praktik menghina atau menghasut di antara pemilih terkait isu agama, suku, ras, antar golongan di sekitar lokasi TPS

“Jumlah TPS Rawan yang terpetakan belum termasuk Daerah Otonomi Baru (DOB) di wilayah Papua dan Maluku Utara. Kondisi demikian disebabkan oleh keterbatasan jaringan internet pada saat pengiriman data,” ujarnya.

Strategi Pencegahan dan Pengawasan

Menindaklanjuti hal tersebut, Bawaslu melakukan strategi pencegahan berupa melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau Pemilu dan pengawas partisipatif, dan menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat.

“Bawaslu juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilu di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” ujarnya.

Berdasarkan Pemetaan TPS rawan, Bawaslu juga merekomendasikan KPU untuk menginstruksikan beberapa hal kepada jajaran PPS dan KPPS. Di antaranya adalah melakukan antisipasi kerawanan, berkoordinasi dengan seluruh stakeholder untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.

“Bawaslu juga merekomendasikan agar melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat baik dari jumlah, sasaran, kualitas, hingga waktu, melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat,” pungkasnya.