Menurut Yusril, jika kubu Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud meminta Gibran didiskualifikasi, maka mereka sama saja meminta MK membatalkan lagi putusan nomor 90.

“Kalau Pak Gibran yang maju didasarkan atas putusan MK dan minta MK mendiskualifikasi, maka kedua pemohon sebenarnya tidak berhadapan dengan termohon KPU dan kami sebagai pihak terkait. Mereka berhadapan dengan MK sendiri. Nanti kita akan lihat bagaimana MK menyikapi permohonan ini,” tandas Yusril.

Yusril menilai pendaftaran Gibran sebagai cawapres Prabowo sudah lama selesai. Menurut dia, jika paslon lain dahulu keberatan dengan pendaftaran Gibran, maka seharusnya membawa persoalan tersebut ke Bawaslu dan kalau tidak puas menggugat lagi ke PT TUN.

“Ini adalah sengketa proses yang bersifat administratif yang harus dibedakan dengan sengketa hasil pilpres. Namun, seingat saya, kedua pemohon tidak melakukan hal itu. Sengketa proses diselesaikan di Bawaslu dan PT TUN, sedangkan sengketa hasil diselesaikan di MK,” ungkap Yusril.

Menurut Yusril, mempersoalkan hal-hal yang terkait dengan proses yang bersifat administratif, ketika pilpres sudah selesai, maka itu sesuatu yang sudah terlambat. Apalagi, kata dia, kenyataannya Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud juga ikut dalam pilpres bersama-sama dengan Gibran sebagai cawapres.

“Namun, setelah kalah, malah minta MK mendiskualifikasi Pak Gibran. Ini suatu keanehan. Suatu sikap yang inkonsisten sebenarnya. Kami berkeyakinan MK paham tentang kewenangannya, yakni untuk memeriksa dan memutus sengketa hasil pemilu, bukan sengketa proses yang bersifat administratif dan menjadi kewenangan lembaga lain,” pungkas Yusril.