“Itu alasan ke satu. Alasan kedua, bapak tahu engak? Perhatikan sebelum saya diumumkan sebagai cawapres, apakah pernah saya menyodorkan diri? Tolong dong saya dijadikan calon wakil, tolong dong buatkan baliho, enggak ada itu,” tegas Mahfud.

“Saya enggak ada baliho dan enggak pernah menyatakan ingin jadi cawapres. Padahal waktu itu sudah banyak yang datang, ingin ada yang mengumumkan minggu depan saya cawapresnya,” tambahnya.

Sedangkan alasan subyektif yaitu Mahfud mengakui bahwa dirinya tidak memiliki logistik untuk berkampanye.

Sebab, yang dia dengar bahwa biaya untuk menjadi cawapres tidaklah murah.

“Beritanya kalo mau menjadi cawapres itu biaya saksinya saja Rp1,6 triliun, biaya saksinya saja setiap TPS Rp500.000 dengan jumlah TPS 330.000. Kalikan saja jadi berapa. Lalu, belum saksinya bisa satu atau dua, saya bilang saya enggak punya uang. Saya enggak akan mendekat-dekat untuk menyodorkan diri,” imbuhnya.

Alasan berikutnya adalah terkait dengan ajaran agama yang dianutnya. Mahfud menjalankan ajaran agamanya dalam mempertimbangkan menerima pinangan Ganjar.

“Saya orang Islam, ada ajaran agama mengatakan jangan engkau buru jabatan itu, jangan engkau minta jabatan itu. Lalu, nabi pernah bersabda jangan pernah kamu suka minta jabatan, jangan memburu jabatan, enggak boleh. Kenapa? Karena jika engkau meminta dan berburu, apalagi sampai berbohong, membayar tukang survei dan sebagainya, kamu tidak akan dibantu, kamu dibiarkan sendiri bekerja oleh Allah,” imbuhnya.

Dia pun menceritakan dirinya dipanggil Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan pimpinan koalisi partai lainnya. Mereka meminta dirinya untuk mendampingi Ganjar sebagai cawapres di Pilpres 2024.

“Enggak usah pakai biaya, nanti itu ada panitia sendiri yang namanya TPN (Tim Pemenangan Nasional) akan mengurus soal kampanye. Pak Mahfud tugasnya menegakkan hukum, memberantas korupsi, menegakkan hak asasi, membangun demokrasi, itu clear. Kalau dengan PDIP kami diberitahu visi misinya, oke saya tandatangan, itu alasannya,” pungkas Mahfud. (*)