Jakarta, ERANASIONAL.COM – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jumat, 12 Januari 2024 kemarin.

TPDI dan Perekat Nusantara menggugat Jokowi dan keluarga dengan tuduhan nepotisme. Gutatan ini teregistrasi di Kepaniteraan PTUN Jakarta dengan Nomor 11/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Juru bicara penggugat, Petrus Selestinus menjelaskan, gugatan ini diajukan lantaran Jokowi dinilai telah melakukan nepotisme untuk membangun dinasti politik yang bertentangan dengan TAP MPR No. XI/1998, UU dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik.

“Kami melihat nepotisme dinasti politik Presiden Jokowi telah berkembang sangat cepat dan menjadi ancaman serius terhadap pembangunan demokrasi,” kata Petrus, Selasa, 16 Januari 2024.

Bahkan, Petrus menyebut, nepotisme Jokowi akan menggeser posisi kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik Jokowi yang berpuncak di Mahkamah Konstitusi (MK) dan lembaga kepresidenan.

Lanjut Petrus, reformasi yang dibangun selama 25 tahun telah diruntuhkan oleh nepotisme dinasti politik Jokowi hanya dalam waktu satu tahun terakhir, yang dapat dilihat dari sikap dan perilaku Jokowi.

Dia pun menyebut, Jokowi telah melakukan pengkhianatan terhadap reformasi yang belum maksimal diwujudkan setelah 25 tahun berjalan.

Bahkan, nepotisme ini tidak hanya menguasai suprastruktur politik di eksekutif dan legislatif, tetapi juga menguasai, bahkan menyandera lembaga yudikatif dalam hal ini, MK selaku pelaksana kekuasaan kehakiman.

“Ketika Anwar Usman Ketua MK saat itu menjadi ipar Presiden Jokowi. Inilah yang membuat MK kehilangan kemerdekaan dan kemandiriannya,” ujar Petrus.

“Selama Anwar Usman menjabat sebagai Ketua MK, dia telah meruntuhkan wibawa dan mahkota MK,” sambungnya.

Petrus menilai, kemerdekaan dan kemandirian MK yang dijamin dalam Pasal 24 UUD 1945 dirusak hanya demi kepentingan nepotisme dinasti politik yang melanggar TAP MPR No.XI /MPR/1998 dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Menurut dia, yang paling dirugikan dalam hal ini adalah kedaulatan rakyat lantaran kedaulatan itu kehilangan peran penentu dalam politik negara. Peran kedaulatan rakyat bergeser menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik.

“Artinya, manakala nepotisme dinasti politik Jokowi dibiarkan berkembang dan beranak-pinak ke seluruh sentra kekuasaan, hingga ke suprastruktur politik di pucuk pimpinan lembaga negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), maka secara absolut kedaulatan rakyat akan bergeser menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik Jokowi yang seolah-olah melalui proses demokrasi,” jelasnya.

Dia mewanti, jika hal ini sampai terjadi, maka bangsa Indonesia akan kembali kepada sistem hegemoni kekuasaan politik seperti di masa Orde Baru, dimana terjadinya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada presiden yang berakibat tidak berfungsinya dengan baik lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, dan tidak berkembangnya partisipasi masyarakat dalam kontrol terhadap pemerintah.

Dalam gugatan ini, Anwar Usman selaku ipar Jokowi juga menjadi tergugat setelah mengabulkan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon Presiden dan Wakil Presiden yang menjadi puncak nepotisme dari Jokowi.

Berkat putusan yang terbit pada 16 Oktober 2023 itu, keponakan Anwar yang juga putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dapat mjau pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Selain itu, Iriana (istri Jokowi), Gibran, Kaesang Pangarep (putra bungsu Jokowi), Mohammad Boby Afif Nasution (menantu Jokowi), Prabowo Subianto (Ketua Umum Partai Gerindra) yang berpasangan dengan Gibran di Pilpres 2024, dan KPU menjadi turut tergugat.

Bahkan, dua hakim Mahkamah Konstitusi yakni Saldi Isra dan Arief Hidayat, turut Tergugat.

Dua hakim MK tersebut dinilai telah membantu membongkar adanya nepotisme dari Kepala Negara. Oleh sebab itu, keterangan dari hakim MK itu dinilai perlu dibuka di ruang sidang.

“Petitum gugatannya adalah meminta agar PTUN Jakarta menyatakan nepotisme dinasti politik sebagai perbuatan melawan hukum atau sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan harus dihentikan,” tegas Petrus.

“Juga keputusan KPU yang menetapkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sepanjang atas nama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus dinyatakan cacat hukum, tidak sah, dan dibatalkan,” pungkasnya. (*)