JAKARTA, Eranasional.com – Keluarga korban penculikan aktivis 98 menyesalkan pernyataan Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Budiman Sudjatmiko yang menyebut tidak ada bukti secara hukum bahwa Prabowo pelaku kriminal penculikan.

Bahkan, Budiman menyebut Prabowo menjadi bagian dari demokrasi Indonesia dalam 25 tahun terakhir.

Salah satu keluarga korban penculikan, Paian Siahaan yang merupakan ayah dari Ucok Munadar Siahaan, satu di antara 13 aktivis yang hilang di era kepemimpinan Soeharto, mengaku terkejut dengan apa yang dikatakan Budiman Sudjatmiko.

“Saya sangat terkejut dengan informasi ini, di mana Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa pelanggaran HAM yang dilakukan Prabowo itu bukan pelanggaran, tapi tugas negara,” kata Paian saat konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil, kemarin.

Padahal, lanjut Paian, dirinya selama 25 tahun menunggu kepastian dan keberadaan anaknya tersebut dan sudah melaporkan ke Komnas HAM, namun prosesnya tidak pernah berlanjut sehingga membuat dirinya hampir putus asa.

“Setelah Komnas HAM melakukan penyelidikan dan hasilnya diserahkan ke Kejaksaan Agung, sampai hari ini Kejaksaan Agung belum melakukan penyidikan. kasus ini bolak-balik saja antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung,” ujarnya.

Kembali soal pernyataan Budiman Sudjatmiko, dia menilai untuk menggiring generasi muda, khususnya kaum Gen Z yang tidak mengetahui sejarah. Bahkan, dia curiga ingin membuat pengaruh yang tidak baik.

“Kita tidak tahu apa yang ada di benaknya Budiman Sudjatmiko saat ini. Yang jelas dia ingin menghilangkan atau mencoba mengelabui rakyat terutama generasi muda yang saat ini katanya hampir 60 persen sebagai pemilik suara,” tukasnya.

Tak hanya itu, kata Paian, ketidakjelasan status keberadaan Ucok Munadar membuat keluarganya kesulitan ketika mengurus administrasi kependudukan. Hal ini terjadi ketika istrinya meninggal dunia di awal tahun ini.

Menurut Paian, dirinya kesulitan dengan status anaknya yang tidak ada kejelasan, namun masih tercantum dalam Kartu Keluarga (KK).

“Saya sangat kesulitan sekali di dalam status anak saya, karena anak saya itu masih ada di Kartu Keluarga. Istri saya meninggal 3 Februari tahun ini, sehingga hak-hak perdata anak saya tidak bisa dipenuhi,” terangnya.

Menurut Paian, dalam membuat ahli waris harus melibatkan yang terteta di Kartu Keluarga, sehingga hal itu tidak bisa dia lakukan meski telah menunjukkan surat referensi atau pernyataan dari Komnas HAM bahwa status anaknya tidak diketahui.

“Saya masih punya anak yang lain kalau saya misalnya meninggal, artinya ini menjadi susah sekali untuk anak-anak saya. Jadi saya sangat berharap kasus ini bisa segera diselesaikan, jangan sampai seperti pernyataan dari Budiman Sudjtmiko soal pelanggaran HAM Prabowo,” sindirnya.

“Kita tidak mau memiliki presiden adalah pelaku pelanggaran HAM berat. Apakah kita tidak malu terhadap orang luar, kok Indonesia bisa dipimpin oleh orang yang tujuannya bejat,” pungkas Paian. (*)