JAKARTA, Eranasional.com – Di momen Hari HAM Internasional yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2023, Aktivis Gerak 98 meluncurkan ‘Buku Hitam Prabowo Subianto Dalam Berbagai Kasus Pelanggaran HAM’.
Menurut penulis, Azwar Furgudyama, buku ini sebagai pegingat dan harapan agar kasus-kasus pelanggaran HAM, terkhusus yang melibatkan Prabowo tidak terulang kembali di masa mendatang.
“Pelanggaran HAM adalah persoalan serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bertalian dengan hak asasi warga untuk bisa hidup aman, terbebas dari berbagai bentuk kekerasan, intimidasi, represi, termasuk penculikan yang pernah menjadi bagian dari sejarah kelah reformasi 98,” kata Azwar di acara peluncuran Buku Hitam Prabowo Subianto di Jakarta, Minggu, 10 Desember 2023.
Dia menjelaskan, buku ini terdiri dari tujuh bab. Pada bagian awalnya, buku ini mengulas penculikan aktivis, kerusuhan Mei 1998, dan bagaimana dugaan keterlibatan, serta upaya Prabowo melakukan kudeta terhadap Presiden RI saat itu, BJ Habibie, serta jejak kelamnya di Timor Leste dan Papua.
Buku ini juga mengelaborasi mengapa Prabowo menjadi ancaman bagi masa depan demokrasi Indonesia, dan apa yang sedang dipertaruhkan jika Ketua Umum Partai Gerindra tersebut terpilih menjadi Presiden RI.
Azwar menegaskan, buku ini penting dihadirkan sebagai pengingat bahwa Prabowo memiliki rekam jejak hitam dalam pelanggaran HAM.
“Kami tidak bisa mengabaikan jejak masa lalunya, agar kita bisa lebih jelas apakah dia layak untuk memimpin bangsa ini atau tidak. Kami tidak boleh terpukau dengan tampilan artifisial, seperti narasi gemoy, yang belakangan ini ramai diperbincangkan dalam rangka merebut hati pemilih,” ujarnya.
Kata Azwar, momentum hari HAM Internasional tahun ini sejalan dengan proses kontestasi Pilpres 2024. Dia mengingatkan rakyat agar tidak salah memilih pemimpin.
Dia menuturkan, rekam jejak seorang calon pemimpin bangsa sangat penting diketahui oleh rakyat untuk menentukan pilihannya secara sadar.
“Sebagai aktivis 98, kami dihadapkan oleh panggilan kesejarahan saat masa transisi (reformasi) dan membangun masa depan. Tentu saja kami semua tidak ingin kembali ke masa Soeharto (Orde Baru) silam,” tegas Azwar.
“Dan ini penting untuk diketahui oleh semua pihak, serta tidak lupa untuk turut mengawal penuntasan 12 kasus HAM berat lainnya,” sambungnya.
Dia menjelaskan keterlibatan Prabowo dalam kasus-kasus pelanggaran HAM, seperti penculikan aktivis, kerap dituding sebagai isapan jempol semata atau “kaset rusak” yang diputar kembali menjelang Pilpres.
Kata dia, klaim seperti itu muncul oleh sebab belum adanya proses hukum kepada Prabowo, kendati bukti-bukti yang menunjukkan keterlibatannya sangat jelas.
“Selain keputusan Dewan Kehormatan Perwira yang merekomendasikan pemberhentiannya, Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Mei 1998 juga mendesak agar dia dibawa ke Peradilan Militer. Bahkan, yang sulit terbantahkan adalah pengakuan Prabowo sendiri bahwa dia memang menculik para aktivis,” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan