JAKARTA, Eranasional.com – Netralitas aparatur negara pada Pemilu 2024, menjadi tantangan tersendiri agar dapat diwujudkan. Hal itu dikatakan Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Rahmadanil.

Menurut dia, permintaan agar aparat negara bersikap netral hanya di depan publik saja, tetapi di belakangnya tidak.

“Kalau kita lihat, semakin hari, di depan publik aparatur pemerintah diminta untuk bersikap netral, tapi di belakang mengerjakan sebaliknya,” kata Fadli dalam sebuah diskusi di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2023).

Dia menyarankan, sebaiknya aparatur negara tidak perlu terlalu sering menyampaikan netralitasnya di hadapan publik. Justru terpenting dilakukan benar-benar menunjukkan sikap netralitasnya.

“Untuk apa secara berulang kali menyatakan kepada publik bahwa dirinya netral dan tidak akan berpihak, tapi ketika melaksanakan tugas-tugasnya yang tidak ter-cover atau tidak terpublikasikan di ruang publik justru sebaliknya. Ini yang mengkhawatirkan,” ujar Fadli.

Selain aparatur negara, tantangan lain juga dihadapi penyelenggara pemilu yaitu KPU, bahkan juga maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tampak membiarkan terjadinya dugaan pelanggaran dalam pemilu.

Perludem, kata Fadli, melihat KPU bersikap inkonsistensi dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) soal pencalonan perempuan dan mantan narapidana korupsi, serta pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang awalnya belum cukup umur.

“Akibat perilaku KPU ini, makanya banyak gugatan ke Bawaslu, lalu ada laporan ke DKPP dan macam-macam. Ini sebetulnya cukup mengkhawatirkan. Seharusnya penyelenggara pemilu melakukan konsolidasi agar demokrasi kita jauh lebih matang dan kuat,” ujar Fadli.

Justru, Fadli menilai penyelenggara pemilu sekarang ini terlihat semakin bekerja sama dengan peserta pemilu.

“Terkesan mereka menyelenggarakan pemilu Secar profesional dan mandiri, padahal kebalikannya, terjadi pengkoptasian, bekerja sama dengan peserta pemilu yang sangat luar biasanya,” tukasnya. (*)